Minggu, 27 September 2009

Bersosialisasi

Kemarin sore saya dihampiri seorang bapak yang tinggal satu lingkungan dengan saya. Bapak ini habis menjalankan sholat Mahgrib di Mushola. Sambil berjabat tangan saya sampaikan selamat 'Hari Raya Idul Fitri', agar di maafkan juga jika ada kesalahan-kesalahan saya yang sengaja ataupun ngga sengaja saya lakukan kepada bapak ini.

Bapak ini kelihatan gembira, senang dan juga terlihat capek karena habis menempuh perjalan mudik. Bapak ini bercerita kalau habis mudik ke Surabaya dan Kediri Jawa Timur. Dan menceritakan pula tentang perjalanannya selama mudik yang sangat dinikmatinya selama ada diperjalanan.

'Saya sangat nikmati sekali perjalanan saya dari Jakarta Menuju Surabaya' katanya, karena dengan dinikmati akan membuat saya dan anak saya tidak merasa stress dan tegang saat membawa kendaraan menuju tujuan. Beda dengan tahun-tahun sebelumnya, 'saya cenderung agar segera sampai pada tujuan dan segera istirahat setelah sampai pada tujuan tapi dampaknya saya seperti dikejar-kejar waktu dan malah capeknya ngga ilang-ilang' imbuh si bapak tersebut.

Tapi tahun ini dan beberapa tahun terakhir saya sudah mulai mencoba untuk menikmati perjalanan mudik sebagai sebuah tradisi yang perlu untuk tetap dipertahankan. Walau harus di akui kantong menjadi modol-modol (red: habis) tetapi saya dan keluarga merasa sangat puas dan senang.

Hal lain yang saya nikmati bersama keluarga dengan 3 anak yang sudah gede-gede dan yang paling gede sudah kelas 2 SMA adalah kebersamaannya dengan mereka. Karena hari-hari kerja dan rutinitas kerja di Jakarta ini di akui oleh bapak tersebut kalau jarang bertemu dengan keluarga secara bersama-sama dalam waktu yang terbilang cukup atau justru cenderung kurang.

Dengan membiasakan mudik bareng dengan keluarga dan menikmati perjalanan dengan keluarga menjadikan perjalanan ini menjadi jauh lebih berharga yang tidak bisa diukur dengan uang. Kebersamaan dalam keluarga, saling bercanda selama perjalanan, saling bercerita satu sama lain dan saling bergembira membuat yang seharusnya begitu capek dalam berjalanan menjadi terlupakan.

Bapak ini juga menceritakan kalau selama perjalanan itu dan sering berhenti dimana keluarga ingin lebih menikmati pemandangan dalam perjalanan atau hanya sekedar ikut wisata kuliner selama perjalanan juga membangkitkan rasa SOSIALISASI pada lingkungan yang ada.

Walau hanya ngobrol dengan tukang kopi pinggir jalan, atau penjaga SPBU yang tetap melayani pada saat LEBARAN membuat mereka pun merasa senang di tegur dan di sapa. Ini adalah pelajaran sosialisasi yang tidak didapat dalam bentuk teori dengan sekolahan tetapi sudah langsung dalam bentuk praktek dilapangan.

Pada saat interaksi dengan orang walau terlihat tidak banyak gunanya namun dalam kenyataannya sering memperkaya pengetahuan lapangan atau bahkan walau hanya sekedar ngobrol kesana kemari sering mendapatkan INFORMASI yang secara tidak terduga PENTING buat kita.

Pada kondisi seperti ini orang hanya saling berbagi informasi dan sekedar ngobrol kesana-kemari eee ternyata ada informasi yang bermanfaat bisa segera kita samber dan bisa kita gunakan dikemudian hari. Justru pada saat-saat seperti ini orang akan dengan bebas memberikan cerita atau informasi kepada satu dan yang lain tanpa ada perasaan yang tertekan atau terpaksa. Beda jika dalam kondisi formal informasi yang diberikan harus diukur dengan MATERI atau UANG.

'Begitulah saya menyadari betapa pentingnya bersosialisasi dengan lingkungan dimana kita berada' kata bapak tersebut tetap masih semangat bercerita. 'Saya masih beruntung tinggal di tempat kita tinggal ini karena warganya masih mau saling bertegur sapa dan bersosialisasi yang memang benar-benar tidak bisa ditukar dengan materi berapapun' begitu imbuhnya.

Selengkapnya!

Kamis, 17 September 2009

Kekuatan Kepepet

Kalau ngga salah ada buku yang berjudul 'the power of kepepet', kalau memang buku itu ada dan walau belum membaca buku tersebut aku koq merasa yakin apa yang disampaikan dalam buku itu berdasarkan pengalaman pribadi penulis.

Atau mungkin juga didasari oleh pengalaman-pengalaman orang lain yang dijadikannya inspirasi buku tersebut diterbitkan.

Pada kondisi yang sangat kepepet, kepepet di sini sudah dalam taraf yang sangat amat. Misal kepepet sesuatu yang dijanjikan dan jika tidak ditepati maka akan kena denda 500x dari yang dijanjikan. Atau, kepepet kalau sesuatu ini tidak dilakukan maka akan tidak bisa makan selama 4 bulan. Atau, misalkan jika sesuatu tidak segera dijalankan maka kesehatannya akan drop dalam kurun waktu yang ngga bisa ditentukan.

Atau, memang kepepet benaran. Sebagai contoh karena adanya bencana sehingga banyak orang kehilangan yang selama ini menjadi bagian hidupnya, entah saudara, entah harta benda. Sehingga, jika tidak segera menyadari itu dan hanya sekedar meratapi dari hari ke hari belum tentu apa yang telah dinikmati sbelumnya bisa kembali dalam sekejap seperti sedia kala.

Faktor keterpepetan tersebut memancing otak untuk berfikir sangat keras. Banyak pula yang berhasil memecahkan 'keterpepetannya' dengan melakukan hal-hal yang dipandang bisa mulai memperbaiki diri dan bangkit dari keterpurukan. Tapi, banyak pula yang masih tetap terpuruk dengan keadaannya dan bahkan jauh menjadi lebih terpuruk dari sebelumnya.

Faktor kepepet yang memang kehendak yang di Atas tidak bisa dielakkan dan mesti diterima apa adanya. Namun bagaimana bangkit kembali dari keterpurukan, bangkit kembali dari puing-puing, mengerahkan segala daya upaya termasuk didalamnya berfikir dengan segenap daya untuk mengeluarkan ide-ide dan semangat sehingga bisa terbebas dari keterpurukan.

BAGAIMANA kalau faktor kepepet tersebut diciptakan ditengah-tengah keadaan yang sangat nyaman? Mungkinkah itu dilakukan? Hal ini sepertinya yang digunakan oleh orang-orang yang punya PASSION meraih yang mereka inginkan.

FAKTOR kepepet menjadi motivasi dan memang sengaja diciptakan untuk menggugah gairah mendapatkan apa yang mereka harapkan.

Sering terdengar dengan istilah SENSE of CRISIS adalah istilah yang biasa kita dengar didalam usaha-usaha untuk mencapai suatu sasaran. Kata-kata itu biasa didengar dari pemimpin-pemimpin perusahaan atau orang-orang yang punya cita-cita di luar kebiasan orang pada umumnya.

Sense of Crisis atau menciptakan krisis atau menciptakan keterpepetan supaya dalam melakukan kegiatannya punya semangat kayak kerbau atau gajah yang dengat sekuat tenaga menerjang yang menghalanginya.

Pernah suatu saat saya ketemu seseorang yang memanfaatkan kekuatan 'keterpepetan ini', katanya 'dalam melakukan segala sesuatu saya senantiasa memposisikan pada kondisi yang sangat kritis, seolah saya berdiri di pinggir tebing, dan saya harus sangat berhati-hati dan tetap tenang pada kondisi bahaya tetapi tetap memakai akal supaya terhindar dari jatuh' atau istilah keren sekarang 'HIGH RISK HIGH VALUE'.

Pada orang-orang yang berani mengambil resiko yang sangat tinggi, orang-orang seperti inipun acapkali mendapatkan nilai yang tak terhingga pula.

Selengkapnya!