Kamis, 01 Mei 2008

Hari Pendidikan

Hari ini, tanggal 2 Mei 2008 diperingati sebagai hari Pendidikan Nasional. Teringat saat masa-masa dulu sekolah. Jika ada hari besar termasuk dengan Hari Pendidikan Nasional seperti ini selalu dilakukan upcara bendera.

Khusus dalam upacara peringatan Hari Pendidikan Nasional selalu dinyanyikan lagu Hymne Guru. Hymne ini dinyanyikan untuk mengenang jasa-saja guru yang juga disebut sebagai pahlawan tanpa tanda jasa. Hampir semua orang akan setuju tentang sebutan tersebut.

Tetapi bagaimana dengan sekarang? Apakah guru juga masih disebut sebagai pahlawan tanpa tanda jasa? Bisa jadi sebagian besar memang masih disebut 'sebagai pahlawan' tapi tidak sedikit pula yang sebenarnya tidak layak disebut seperti itu.


Untuk yang layak disebut sebagai pahlawan tanpa tanda jasa karena guru-guru tersebut selain menjalankan profesinya juga menyampaikan ilmunya untuk dibagikan kepada para siswanya. Mereka melakukan dengan sepenuh hati dan tanpa pamrih yang berlebihan dengan harapan murid-muridnya kelak bisa menjadi orang-orang yang lebih berhasil dibanding mereka sendiri.

Tetapi yang tidak layak disebut sebagai pahlawan tanpa tanda jasa jika guru hanya mementingkan dirinya sendiri atau sekelompok tertentu untuk mendapatkan keuntungan sendiri. Mereka tidak mengindahkan lagi dan tidak lagi punya harapan agar muridnya menjadi lebih pintar dalam arti yang sebenarnya.

Pada kenyataannya para guru sering tidak luput dari berbagai tekanan. Baik tekanan dari internal sekolah ataupun dari luar sekolah. Untuk para guru yang tidak kuat dengan tekanan akan menggunakan akal negatifnya untuk melakukan hal-hal yang tidak semestinya dilakukan.

Ujian akhir sekolah untuk SMU atau disebut Ujian Nasional (UN) baru saja berlalu untuk tahun 2008. Banyak berita miring yang disampaikan terhadap hasil UN ini. bahkan ada guru-guru yang dibawah tekanan tersebut melakukan kecurangan-kecurangan. Mereka ada yang membiarkan siswanya untuk menyontek, atau apapun pada saat mengerjakan ujian. Bahkan ada yang dengan sengaja bersama-sama lebih dari satu guru antar sekolah sepakat untuk membocorkan jawaban ujian nasional ini. Dan ada lagi kasus guru yang membetulkan jawaban siswanya setelah ujian berakhir. Mereka melakukan di saat malam hari ditempat dimana jawaban dikumpulkan.

Tindakan-tindakan di atas dilakukan bukan karena tanpa sebab. Mereka melakukan karena banyak alasan. Ada yang merasa mendapat tekanan dari sekolah agar tetap mempertahankan kredibilitas sekolah. Ada yang mendapat ancaman untuk diberhentikan sebagai guru disekolah itu jika banyak siswanya tidak lulus. Karena, guru tersebut dianggap tidak mampu mengemban amanat untuk mendidik siswanya. Ada yang barangkali memang pesanan dari orang tua supaya anaknya dapat lulus dan mengharapkan guru disekolah dapat membantunya.

Apapun yang dilakukan oleh guru diatas sangat-sangat tidak terpuji. Dan justru sangat merusak citra dari korp guru itu sendiri. Guru yang dapat dipanjangkan juga menjadi 'di gugu dan di tiru'(diteladani dan dicontoh) akan menjadi model yang buruk buat murid-muridnya.

Kalau dalam tataran sekolah saja sudah seperti itu bagaimana nanti murid-murid ini dalam dunia kerja? Bagaimana murid-murid ini nanti pada saat menjadi pejabat? Pertanyaan-pertanyaan yang sudah sangat bisa ditebak jawabannya. Mereka memang tetap mengganggap bahwa guru bisa di contoh dan di tiru tapi yang dilakukan adalah mencontoh dan meniru yang jeleknya.

Bagaimana halnya dengan cita-cita Ki Hajar Dewantara sebagai tokoh Pendidikan yang telah meletakan dasar-dasar pendidikan yang sangat bagus bagi bangsa ini. Beliau yang terlahir pada tanggal 2 Mei dan hari kelahirannya yang dipakai sebagai Hari Pendidikan Nasional. Beliau punya cita-cita mulia untuk menjadikan orang-orang Indonesia menjadi masyakarat yang terdidik dan terpelajar. Dan dapat terus maju seiring dengan semakin majunya pendidikan dan tehnologi pendukung lainnya.

Semboyan Pendidikan yang terkenal adalah 'TUT WURI HANDAYANI' yang diambil dari kalimat lengkapnya yaitu 'Ing ngarsa sung tulada, ing madya mangun karsa, tut wuri handayani'. Arti dari kalimat tersebut ditujukan untuk para guru agar
'dari belakang seorang guru dapat memberikan dorongan dan arahan,
dan ditengah atau di antara para murid harus menciptakan prakarsa atau ide
serta di depan guru diharapkan bisa memberi teladan atau contoh tindakan yang baik.

Bagaimana dengan kondisi sekarang? Apakah semboyan diatas sudah sangat tidak relevan lagi dengan perkembangan jaman dan tuntutan jaman?

Tidak ada komentar: