Kamis, 08 Mei 2008

Sepada Baru Anak-ku

Hampir dua bulan ini saya telah belikan sepeda baru buat dua anak-ku. Kalau beli sesuatu sekarang ini haruslah langsung dua. Seperti halnya sepeda ini. Kenapa harus dua? Karena anak saya dua. Kalau yang satu dibelikan yang satunya juga harus dibelikan. Kalau tidak bisa ngambek salah satunya.

Sepeda untuk Vivin anak pertama saya ini saya belikan dengan selera pilihannya. Dia menginginkan sepeda yang agak gede dan dengan model yang feminim. Sepeda dengan warna pink dan depannya ada keranjangnya. Pokoknya sepeda cewek bangetlah. Janji untuk membelikan sepeda ini sebenarnya sudah lama sekali tapi ya baru dua bulanan yang lalu saya belikan. Sepeda itu sudah dipakainya untuk berkeliling taman di dalam komplek puramahan yang kecil ditempat saya tinggal. Kompleknya yang tidak banyak penghuninya ya kira-kira hanya sekitar 90-100 unit rumah. Dimana di tengah-tengah komplek tersebut ada taman. Taman ini dilengkapi dengan lapangan voli dan badminton. Dan taman ini juga digunakan untuk anak-anak bermain. Di taman itulah biasanya Vivin dan Tito anak kedua saya bermain dengan teman-temannya.


Sepada untuk Tito beda dengan Vivin. Adiknya ini memang selalu berkeinginan dengan mainan-mainan yang cowok banget. Termasuk dalam memilih sepeda yang diinginkan. Dia memilih sepeda yang agak gede dan belum terlalu sepadan dengan tingginya. Model yang dia pilihpun adalah model yang disukai anak-anak cowok pada umumnya. Jatuhlah pilihan model yang dia suka. Tetapi sepeda yang dia suka tersebut sebenarnya belum membuatnya merasa sreg. Sepedanya itu masih dilengkapi dengan roda tambahan dibelakangnya. Padahal dia sudah bisa dengan roda dua. Walau terlihat di raut wajahnya belum sreg akhirnya tetap saja dipaksain oleh saya dan istri saya untuk tetap membeli sepeda tersebut. Soalnya kalau tidak sampai dibeli bisa jadi sampai rumah minta balik lagi ke toko sepeda itu.

Tito baru menginjak pada usia empat tahun. Pada usia seperti itu kebanyakan anak masih takut untuk bermain sepeda dengan dua roda. Kebanyakan masih menggunakan empat roda. Tetapi dengan semangat yang tinggi Tito pengen sekali bisa roda dua. Sebelum dibelikan sepeda yang agak besar ini, dia punya sepeda yang kecil yang beroda empat. Berawal dari sepeda kecil roda empat itulah dia ingin belajar bersepeda dengan dua roda. Alhasil saya lepas dua roda tambahannya.

Ternyata belajarnyapun untuk bisa menaiki sepeda roda dua ini tidak terlalu lama. Awalnya memang sempat beberapa kali jatuh. Karena dia yang punya keinginan yang kuat saya hanya bilang ke dia 'Hayo coba lagi sampai bisa'. Dan diapun bangkit dan nyoba lagi walau sambil nyengir-nyengir sakit. Saya lihat ada kegigihan dalam berusaha anak saya ini. Apa yang dia coba dan dari beberapa kali jatuh ini akhirnya membuat dia jadi lancar bersepeda. Dalam kurang lebih tiga hari dari awal belajar dia sudah mulai lancar bersepeda sendiri mengelilingi taman.

Teman-temannyapun yang awalnya belum bisa beroda dua menjadi terpancing untuk bisa beroda dua. Ada yang minta ibunya untuk ngajari, ada yang minta mbaknya (pembantunya) untuk ngajari. Dan arena taman itu sekarang sudah menjadi ajang yang ramai untuk bermain sepeda. Si anak-anak inipun sekarang setiap sore sering berkumpul di taman. Mereka bahkan ada yang mengajak untuk balapan sepeda. Karena hampir rata-rata mereka punya sepeda maka semakin banyaklah anak-anak yang berkumpul di taman itu.

Ada kebahagian di tengah-tengah permainan tersebut tetapi adakalanya ada perselisihan diantara mereka. Ada yang mereka mebuat blok sendiri dengan teman-teman yang meresa mereka cocok dan ada pula dari anak-anak tersebut yang tetap asik bermain sendiri.

Melihat perkembangan anak buat saya memang mengasikkan. Terlihat dari waktu ke waktu tentang pertumbuhan anak saya, cara mereka menghadapi masalah bila berselisih dengan temannya.Dan, cara mereka mencari teman atau cara mereka bersosialisasi dengan lingkungan seolah mengingatkan pada yang sudah dewasa ini. Biasanya anak jauh lebih gampang bersosialisasi dibanding pada orang-orang dewasa.

Mereka itu lucu, beberapa menit mereka bisa saja berselisih paham denga temannya tapi dalam hitungan menit pula mereka sudah akrab kembali.

Dengan sepeda barunya ini terutama untuk Tito sebenarnya saya masih menaruh rasa was-was. Kenapa begitu? Pada waktu dia pakai sepeda kecilnya saja dia suka ngebut. Dan dengan sepeda barunya inipun masih suka kenceng. Apalagi sekarang sepeda barunya tersebut minta dicopot roda tambahannnya. Dengan sepeda agak besar dan hanya pakai roda dua dia masih suka kenceng. Wah la kalau dia tidak bisa mengendalikan diri kan bisa babak bunyak. Entah kenapa was-was itu sering begitu saja timbul. Tapi rasa was-was itu segera saja saya usahakan untuk saya tepis. Pada saat dia bersepeda ngebut saya suka tatap saja mukanya. Agar dia meresa diperhatikan dan tahu bahwa saya sebenarnya dalam usaha untuk mengingatkan agar tidak ngebut. Saya sebenarnya tidak ingin terlalu ngerem pada anak tapi kalau terlihat sudah terlampau melewati batas baru saya akan tegur. Sebatas itu belum melampaui batas saya hanya perhatikan dari kejauhan.

Tidak ada komentar: